Berkunjung ke Museum Matsuoka

Pada suatu akhir pekan yang cerah di bulan Februari, saya mengunjungi “Pameran Keramik Glasir Tiongkok Tahun 1500” yang diselenggarakan di museum Matsuoka yang berlokasi di Shirakanedai, Meguro-ku.
Musium Matsuoka adalah museum swasta yang memperkenalkan koleksi karya selama setengah abadnya Kiyojiro Matsuoka, yang merupakan direktur museum tersebut. Sepertinya barang pameran di museum ini semua diadakan dari koleksi Kiyojiro Matsuoka, yang koleksi karya seninya mencakup berbagai era dan genre, mulai dari keramik Tiongkok hingga lukisan Barat dan Jepang, serta patung modern dan kuno. Menurut informasi dari homepage (HP)nya, semua ini merupakan hasil dari keyakinan Kiyojiro bahwa “Museum swasta adalah tempat untuk menarik pengunjung melalui setiap karya seni yang dikoleksikan oleh pendiri museumnya”. Silahkan menikmati dunia keindahan yang berkumpul melintasi waktu dan lautan Timur sampai Barat, sambil mengikuti jejak seorang kolektor.
Saya begitu takjub saat mengetahui bahwa Kiyojori Matsuoka dapat mengumpulkan lebih dari 1.800 koleksi barang seni sendirian, kemudian mendirikan museum ini supaya banyak pecinta seni dapat menikmati koleksinya. Itu sungguh mengagumkan!

Museum Matsuoka terdiri dari 6 ruangan, yaitu: ruang pameran 1 sampai 3 di lantai satu, dan ruang pameran 4 sampai 6 di lantai dua. Ditempat tersebut, Kita dapat melihat patung perunggu bernama “neko no kyujigashira/cat butler atau kepala pelayan kucing”, karya Diego Giacometti, di lobi lantai satu. Pada mulanya karya ini adalah tempat makan burung, tetapi bentuknya sangat lucu sehingga saya ingin terus melihatnya. Pameran tetap berada di ruang pameran 1 untuk seni rupa oriental kuno, di ruang pameran 2 untuk patung modern, dan di ruang pameran 3 untuk patung oriental kuno. Pengunjung juga dapat melihat peti mati kayu Mesir kuno dari dekat di ruang pameran 1.
“Pameran Keramik Glasir Tiongkok Tahun 1500 tahun” kali ini berada di ruang pameran 4.
Produk seni yang dipamerkan sekitar 50 display, seperti glasir hijau, “sansai”, celadon, glasir biru keruh dan lain-lain. Pada saat saat mengunjungi pameran tersebut, kebetulan sedang diadakan gallery talk oleh penanggung jawab pameran tersebut. Sehingga kita dapat melihat pameran bersama kurator banita bernama Ibu Takahashi, yang menjelaskan berbagai hal terkait produk yang dipamerkan. Peserta yang hadir berjumlah lebih dari sepuluh orang dan tampak ada juga pengunjung yang rajin mencatat penjelasannya. Saya mengamati pameran sambil mendengarkan secara seksama penjelasannya, karena sama sekali tidak memiliki pengetahuan mengenai keramik Tiongkok. Ini adalah pengalaman pertama dan begitu menyenangkan!

Keramik glasir Tiongkok umumnya diklasifikasikan menjadi dua jenis berdasarkan perbedaan suhu pembakarannya.
Pertama, dipamerkan glasir dengan suhu pembakaran yang rendah, yang dikenal juga sebagai glasir Timbal. Glasir Timbal meleleh pada suhu sekitar 700℃ hingga 800℃. Keramik glasir hijau yang terbuat dari glasir Timbal bersifat rapuh karena proses pembuatannya yang dibakar pada suhu rendah, sehingga kabarnya jenis ini umumnya dijadikan sebagai “Meiki” (sejenis barang tiruan yang dipergunakan semasa mendiang masih hidup berupa alat, hewan, dan manusia ditempatkan dipekuburan). 明器 (Meiki) ini dipercaya sebagai salah satu bekal di kuburan sehingga disertakan didalam kuburan orang yang meninggalnya. Banyak benda arsitektur pemakaman dibuat pada zaman Dinasti Han Timur. Konon, ini merupakan simbol bagi tuan tanah yang kaya. Pada arsitektur makamnya, bentuk “meiki” dapat berupa orang yang memegang “ishiyuni”/busur panah, yang dilengkapi dengan burung, kura-kura dan ikan di kolamnya. Dikatakan bahwa beberapa keramik glasir hijau memiliki ciri khas menarik berupa flek dan kilau warna perak di permukaannya, yang terbentuk dari fenomena iridescence (reaksi komponen kaca dan kimia saat kaca terkubur didalam tanah).

Konon, banyak keramik yang terbuat dari glasir dengan berbagai warna yang dikenal sebagai “Sansai (tiga warna)” dibuat pada zaman Dinasti Tang. Pada keramik “sansai” tampak adanya pengaruh dari budaya internasional. Ciri khas produk “Sansai Tang” adalah keramiknya yang berwarna cerah seperti putih, coklat tua, hijau dan biru tua. Tampaknya keramik ini dibuat sebagai bekal didalam kuburan yang diletakkan pada makam keluarga kekaisaran dan bangsawan zaman tersebut. Semua hal dan barang yang berkaitan dengan kaisar dan para bangsawannya dibuat dengan glasir “Sansai Tang” untuk disertakan dalam kuburannya. Jenis yang dibuat beragam, mulai dari wadah seperti pot dan piring, serta patung yang menggambarkan hewan dan manusia. Pada suatu display, saya melihat pot yang dipamerkan terlihat dipengaruhi oleh budaya barat.

Selain jenis glasir dengan pembakaran suhu rendah, pada tempat tersebut juga dipamerkan glasir dengan pembakaran pada suhu tinggi disebut dengan tembikar glasir abu. Glasir pembakaran suhu tinggi biasanya meleleh pada suhu sekitar lebih dari 1200℃. Tampaknya glasir abu yang terkenal menggunakan arang atau kapur sebagai pelarutnya. Glasir abu yang telah di improve dikenal dengan Glasir celadon.
Semasa Dinasti Song, celadon diproduksi di tempat pembakaran terkenal seperti “Ruyo” yang merupakan tempat pembakaran resmi Song Utara, “Guanyao Song Selatan” yaitu tempat pembakaran resmi Song Selatan, “Yaozhouhyao” dan tempat pembakaran “Longquanyao”. Pada periode ini dikatakan sebagai puncak produksi porselen celadon. Porselen celadon memiliki ciri khas dalam beragam corak warna. Sepertinya terdapat beberapa beberapa faktor yang menentukan warna glasir. Seperti: proses pembakaran reduksi, yaitu suatu kondisi di mana oksigen di dalam tanur tidak mencukupi. Hal tersebut membuat kandungan besi dalam glasir dan tanah liat menjadi kekurangan oksigen sehingga berubah warna menjadi kebiruan. Kemudian ketika proses pembakaran api oksidasi, yaitu suatu kondisi di mana oksigen di dalam tanur mencukupi, maka warnanya berubah menjadi kekuningan. Seladon biru-hijau yang terkenal pada umumnya dibakar dengan kondisi proses pembakaran reduksi. Sepertinya kerapatan warnanya berubah sesuai dengan ketebalan glasirnya. Selain itu, salah satu daya tarik celadon lainnya adalah bayangan pada daerah yang glasirnya menumpuk dan pada area glasir tipis saat diukir. Banyak karya yang dibuat di “Ryusenyo” dipajang di sini.

Dan jenis terakhir adalah “Denseiyo” atau glasir starch blue. Gelasir ini banyak diproduksi di “Junyao”, dimana merupakan salah satu tempat pembakaran tembikar terkenal pada masa dinasti Song, sejak masa dinasti Yuan. Glasir pati biru mengandung asam silikat dan fosfor, sehingga menghasilkan warna keruh. Warna biru pada glasir starch blue terlihat biru muda yang kuat dan sangat indah. Pada tempat pembakaran “Junyao” banyak produknya yang dilapisi dengan kombinasi glasir starch blue dan glasir merah ungu. Glasir merah ungu dituangkan secara tidak teratur diatas glasir starch blue. Hal ini menciptakan keramik indah dengan kontras antara biru muda yang kuat dengan warna ungu kemerahan yang elegan. Karya porselen yang dipamerkan juga sangat indah. Awalnya, saya merasa kekontrasan warna porselen itu sangat kuat dan mencolok mata, tetapi perlahan menjadi menarik dan sangat nyaman setelah melihatnya selama beberapa saat. Sehingga saya membeli kartu posnya di toko museum di lantai satu. Saya menikmati museum Matsuoka selama sekitar 2,5 jam termasuk tur galeri.
Saat keluar dari pintu depan, di situ tampak dua domba batu!. Saya tidak menyadarinya sama sekali ketika masuk. Menurut resepsionis, keduanya tidak dibuat khusus untuk museum ini. Museum Matsuoka terletak di bekas situs rumah Kiyojiro Matsuoka, domba batu tersebut berada di situ dari awalnya. Bentuk dombanya sangat lucu!. Pameran dengan barang yang bermotif hewan akan diselenggarakan pada bulan Juni tahun 2025. Jika Anda memiliki kesempatan, silakan berkunjung untuk bertemu dengan karya “kepala pelayan kucing” dan dua domba batu tersebut.

Profile

melon bread
melon bread
Saya suka roti melon.
Saya menulis artikel berdasarkan keinginan hati saya, seperti mengunjungi museum, galeri seni, dan pertunjukan teater.

Artikel terkait