
Memaknai “Setsubun”: Ritual Melempar Kacang dan Mengusir “Oni”
Jepang memiliki empat musim yaitu musim semi, panas, gugur, dan dingin. Pada setiap peralihan musimnya ditandai dengan suatu hari yang disebut “setsubun” yaitu sehari sebelum “risshun/awal musim semi”, “rikka/awal musim panas”, “risshu/awal musim gugur”, dan “rittou/awal musim dingin”. Tetapi, sejak zaman Edo (tahun 1603-1868) sampai dengan sekarang, hanya “setsubun” sebelum awal musim semi yang masih dirayakan secara luas di Jepang. Selama ini, saya mengira “setsubun” selalu jatuh pada 3 Februari. Tetapi tahun ini ternyata tanggalnya maju sehari menjadi 2 Februari. sayapun bertanya-tanya kenapa “setsubun” tahun ini jatuh pada Tanggal 2 Februari?. Setelah mencari berbagai informasi, ternyata hal ini berkaitan dengan penyesuaian astronomis dari tahun kabisat (penyesuaian kalender akibat revolusi Bumi mengelilingi Matahari). Untuk pembaca yang masih penasaran, silakan menggali lebih dalam informasinya. Saya pribadi sudah mencoba memahaminya, tetapi penjelasannya terlalu teknis untuk dibahas pada tulisan ini. Yang jelas, awal musim semi pada tahun ini jatuh pada Tanggal 3 Februari sehingga “setsubun”nya menjadi Tanggal 2 Februari 2025. Di seluruh Jepang, “setsubun” dirayakan dengan beragam acara, tapi yang paling ikonik adalah “mame maki/ melempar kacang”. Ritual ini berasal dari kepercayaan bahwa “oni/setan” yang merupakan simbolisasi wabah penyakit, bencana, dan hal buruk lainnya, diusir dengan kacang kedelai sebagai lambang pemurnian.

Bertahun-tahun lalu saat anak-anak saya masih kecil, kami merayakan “setsubun” di rumah dengan cara klasik, yaitu: saya (sebagai ayah) memakai topeng “oni” dan menjadi sasaran lemparan kacang anak-anak, sambil mereka berteriak, “oni wa soto! fuku wa uchi!” (Setan pergi keluar! Keberuntungan masuk rumah!). Tetapi yang paling berkesan justru saat anak bungsu saya masih di “hoikuen / tempat penitipan anak”. Di sana, “mame maki” adalah acara satu dari tiga acara besar di “hoikuen”. Beberapa pengasuh berubah menjadi “oni” dengan kostum yang mengerikan, bahkan mirip “namahage” dari Akita, yang meneror anak-anak sambil berlarian. Situasi yang membuat anak-anak menjerit ketakutan, ada yang menangis, ada yang kabur bersembunyi… itu merupakan kenangan yang tak terlupakan! Saya penasaran, apakah sekarangpun tradisi itu masih berlangsung di “hoikuen” tersebut?
Ternyata, sorakan saat “mame maki” berbeda-beda tergantung daerahnya! Yang paling umum adalah “Fuku wa uchi! Oni wa soto!” (Keberuntungan masuk rumah! Setan keluar rumah!).
Tapi beberapa daerah punya versi unik masing-masing, seperti:
・Kota Fujioka, Gunma (Daerah Onishi): “Fuku wa uchi, oni wa uchi!” (Keberuntungan masuk rumah!, setan juga masuk rumah!)
・Kota Murata, Miyagi: “Oni wa uchi, fuku mo uchi!” (“Setan masuk rumah, keberuntungan juga masuk rumah!)
・Beberapa daerah di Tohoku: “Fuku wa uchi, oni wa soto, oni no me dama buttsubuse!” (Keberuntungan masuk rumah, setan keluar rumah, hancurkan bola mata setan!)

Kacang apa yang digunakan untuk “mame maki”?
Dahulu waktu saya kecil, kami menggunakan kedelai panggang (iri-daizu) yang dibeli dalam kemasan besar dan ditabur begitu saja. Tetapi seiring dengan peralihan zaman, sekarang variasinya banyak sekali, seperti menggunakan kacang tanah yang lebih mudah dipungut setelah dilempar, kacang kedelai dalam kemasan kecil supaya tidak berantakan, atau menggunakan snack kacang, dan lain-lain.


Cerita yang didengar dari berita.
Ada laporan berita lucu tentang keluarga dengan Watanabe yang tidak melakukan “mame maki”. Beberapa orang dengan marga Watanabe yang diwawancarai mengaku bahwa mereka memang tidak pernah melakukan ritual “mame maki”.
Konon, pada zaman Heian, ada seorang samurai bernama “Watanabe No Tsuna” yang terkenal sebagai pembasmi “oni”. Sehingga, “oni”nya sudah kapok mendekati keluarga Watanabe, jadi mereka tidak perlu lagi mengusir “oni” dengan kacang. Ada juga yang bilang bahwa “Watanabe No Tsuna” adalah inspirasi di balik legenda “Momotaro”.
Kebetulan di kantor ada rekan bermarga Watanabe, saya mau mencoba mengkonfirmasi apakah memang Ia tidak pernah melaksanakan “mame maki” seumur hidupnya?

Tambahan….apakah “Ehomaki”?
Belakangan ini, sepertinya “Ehomaki” lebih sering dibicarakan daripada tradisi “mame maki” saat “Setsubun”. Awalnya, kebiasaan ini berasal dari kepercayaan Tiongkok kuno, di mana ketika “setsubun”, orang akan menghadap ke arah “ehou” (arah keberuntungan tahun itu) sambil menyantap makanan tertentu untuk mengusir kesialan dan menarik keberuntungan. Tradisi makan “Ehomaki” sendiri baru populer di Jepang sejak zaman Edo. Walaupun saat masih kecil, saya sama sekali tidak mengetahui tentang “Ehomaki”, bahkan belum pernah mencobanya. Tetapi dalam beberapa tahun terakhir, “Ehomaki” selalu muncul di meja makan keluarga saya saat Setsubun.
Apakah hanya saya yang tidak suka dengan tradisi makan “Ehomaki” di “setsubun” ini?
Profile

-
Seorang anak pantai asli yang lahir di Kota Yokohama, Prefektur Kanagawa. Saya seorang pria tua yang menyukai golf!
Berapa tahun lagi saya bisa bermain golf?
Dia bekerja keras setiap hari untuk menjaga jarak, meningkatkan tekniknya, dan bersaing dalam golf kompetitif.
Hobi lainnya: berkebun, bernyanyi dengan suara keras, menonton pertandingan bisbol, dll.
Latest entries
Lifestyle2025.07.30Memaknai “Setsubun”: Ritual Melempar Kacang dan Mengusir “Oni”
Food2025.06.11Memikirkan tentang Periode Jomon Sambil Memakan “Iseki Monaka”
Travel2025.05.21Perjalanan Darat ke Prefektur Chiba dan Hidangan laut
Sports2025.04.14Menyaksikan Pertandingan Baseball Profesional melalui Public Viewing